#toc { border: 0px solid #000000; background: #ffffff; padding:2px; width:495px; margin-top:10px;} .toc-header-col1, .toc-header-col2, .toc-header-col3 { background: #B5CBFA; color: #000000; padding-left: 5px; width:250px;} .toc-header-col2 { width:75px;} .toc-header-col3 { width:125px;} .toc-header-col1 a:link, .toc-header-col1 a:visited, .toc-header-col2 a:link, .toc-header-col2 a:visited, .toc-header-col3 a:link, .toc-header-col3 a:visited { font-size:100%; text-decoration:none;} .toc-header-col1 a:hover, .toc-header-col2 a:hover, .toc-header-col3 a:hover { font-size:100%; text-decoration:underline; color:#3D3F44;} .toc-entry-col1, .toc-entry-col2, .toc-entry-col3 { padding-left: 5px; font-size:100%; background:#f0f0f0;}

Minggu, 20 Maret 2011

Apendiksitis

BAB I
PENDAHULUAN

I.I. LATAR BELAKANG
Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat. Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat polahidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.
Manusia mempunyai sifat yang selalu ingin melakukan aktivitasnya secepat mungkin. Pola hidup yang seperti ini sangat mempengaruhi kesehatan masing-masing individu terutama dalam hal makanan. Kebanyakan orang mengkonsumsi makanan cepat saji karena berbagai macam kesibukan dan mencari keperaktisan dalam mengkonsumsi makanan. Mereka selalu mencari waktu makan dan penyiapannya yang secepat mungkin, makanan cepat saji adalah pilihan mereka. Selain itu ada yang mengkonsumsi makanan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti jambu biji, jengkol, dan cabai. Mereka tidak peduli dengan dampak yang dihasilkan karena sudah menjadi makanan favorit bagi mereka, ada pula yang mengkonsumsi secara berlebihan karena tidak mengerti dampak negatifnya.
Pola hidup seperti yang telah diuraikan diatas tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Insiden apendisitis saat ini cukup tinggi di Indonesia, Jumlah pasien rawat inap kareana penyakit ini sekarang tercatat 28.949 pasien, pada rawat jalan mencapai 34.386 pasien rawat jalan. Melihat keadaan ini penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini menjadi judul karya tulis dalam makalah ini. Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan

1.2. TUJUAN
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis mengharapkan adanya manfaat yang sifatnya membangun yang meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
• Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa memahami dan mengerti tentang apendisitis.
• Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang :
1. Definisi apendisitis
2. Anatomi apendisitis
3. Etiologi
4. Tanda dan gejala
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan fisik pada apendisitis
7. Penanggulangan apendisitis secara askep
8. Askep apendisitis

1.3. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode narasi yang dilakukan dengan cara : Study kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber catatan kuliah dan makalah yang berhubungan dengan judul makalah ilmiah yang dibahas.

1.4. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membatasi topic pada materi apendisitis, pembahasan mengenai :
1. Definisi apendisitis
2. Anatomi apendisitis
3. Etiologi
4. Tanda dan gejala
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan fisik pada apendisitis
7. Penanggulangan apendisitis secara askep
8. Askep apendisitis

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan karya tulis ini terdiri dari tiga bab dan tiap-tiap bab ini diuaraikan lagi menjadi sub-sub bab beserta pokok bahasannya.
Bab satu yang merupakan pendahuluan ini meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan
Bab dua merupakan pembahasan yang meliputi pengertian apendisitis, manifestasi klinik apendisitis, tanda-tanda fisik penderita apendisitis, patofisiologi, pemeriksaan fisik dimulai dari status kesehatan umum sampai pemeriksaan diagnostic, cara mencegah penyakit apendisitis secara askep, asuhan keperawatan apendisitis.
Bab tiga merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis.














BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan abdomen akut yang paling sering, apendiks sering di sebut umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering digunakan masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntuh merupakan sekum dari kolon(Brunner & Suddart, 1997). Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa kegunaan apendiks pada manusia, namun organ ini sering menimbulkan masalah kesehatan bagi orang-orang tertentu.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits.
Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
Di bawah ini adalah gambar usus manusia dapat dilihat letak dan gambar apendik dengan jelas.

Gambar : 1

Sumber http//:www.mediakeperawatan.com

2.2 Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
- bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
- bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
- serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
- Kardia.
- Fundus.
- Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
* Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
* Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
F. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
* Kolon asendens (kanan)
* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
G. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
i. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
j. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
* Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
* Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
l. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
• Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
• Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol

2.3. ETIOLOGI
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi oleh bakteri, berbagi hal berperan sebagai factor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi (fekalit) , hyperplasia jaringan limfoid, tumor, striktur, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi.
Penelitian epidemiologi menunjukan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menimbulkan konstipasi, kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa, semua itu kan memudahkan timbulnya apendisitis.


2.4. GEJALA APENDISITIS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala kelasik apendisitis adalah nyeri samar di daerah epigastrium atau priumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ketitik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Namun kadang tidak dirasakan adanya nyeri pada daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
• Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
• Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
















2.5. PATOFISIOLOGIS APENDISITIS







Keterangan :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.
Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
2.6. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
• Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
• Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
• Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
2. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
• Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
2.7. PENANGGULANGAN SECARA ASKEP
1. Pengkajian
- Biodata
Nama,umur,sex,alamat,suku,bangsa,pendidikan dan pekerjaan
- Riwayat penyakit sekarang
- Keluhan utama :
Biasanya penderita mengeluh akibat nyeri di bagian perut bagian kuadran kanan bawah.
- Riwayat penyakit dahulu :
1. pasien pernah menderita penyakit maag
2. pernah menderita sakit di bagian usus
- Riwayat keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
- Riwayat Spikososial
1. Intra personal : perasaan yang dirasakan klien
2. Inter personal : hubungan dengan orang lain
- Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat untuk menghindari lemahnya daya tahan tubuh terhadap inveksi.
2. Pola nutrisi dan metabolisme biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
3. Pola istirahat dan tidur selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
4. Pola persepsi dan konsep diri klien sering pilek terus menerus dan berbau dan menyebabkan konsep diri menurun.
- Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum(keadaan umum,tanda vital dan kesadaran).
2. Pemerikasaan fisik data fokus pada bagian perut bagian kuadran kanan bawah pasien.
2. Diagnosa keperawatan
- Nyeri : perut bagian kuadran kanan bawah di sekitar umbilicus
- Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (apendisitis akut)
- Perasaan nyeri yang takterhingga
- Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri di bagian umbilicus
- Gangguan pemenuhan nutrisi kurang kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan yang menurun karena muntah-muntah
3. Perencanaan
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks
Tujuan : nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria : klien tidak merasakan kesakitan
- Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit prosedur tidakan medis
Tujuan : cemas klien berkurang atau hilang
Kriteria : klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya
- Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungn dengn nafsu makan menurun sekunder dari peradangan apendiks.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria : klien menghabiskan porsi makannya dan barat badan tetap.
- Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri pada umbilicus.
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria : klien tidur 6-8 jam sehari.
4. Tindakan keperawatan
- Kaji nyeri klien meliputi : sifat, lokasi, Intesitas dan durasi.
Fungsi : mengetahui nyeri klien meliputi sifat, lokasi, intesitas dan durasi sehingga memudahkan intervensi.
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Fungsi : untuk mengurangi nyeri klien.
- Berikan posisi nyaman
Fungsi : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi nyeri klien.
- Kolaborasi untuk pemberian obat analgesic
Fungsi : analgesik dapat mengurangi radang pada apendiks yang merupakan penyebab nyeri pada klien.
- Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
Fungsi : antibiotik dapat mengurangi radang pada apendiks yang merupakan penyebab nyeri pada klien.
5. Evaluasi
Adapun evaluasi yang diharapkan pada klien apendisitis adalah :
- Gejala-gejala nyeri pada bagian umbilikus
- Pasien dapat mencegah serangan lebih lanjut dengan melakukan hal-hal berikut ini :
1. Menghindari makanan yang keras
2. Menghindari minuman dan makanan asam atau bersoda
3. Istirahat yang cukup
4. Makan dengan diet seimbang
- Pasien dapat menyatakan bagaimana menggunakan obat yang diberikan dan pengobatabn berlebihan apa yang harus dihindari
- Pasien menyatakan rencana untuk melakukan tindak lanjut keperawatan.

2.8. ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS
Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
Diagnosa Keperawatan Apendisitis
a. Pre operasi
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
b. Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi apendektomi.
2. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan dengan anorexia, mual.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan tentang
perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

Perencanaan
1. Persiapan umum operasi
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
b. Mengukur tanda-tanda vital.
c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.
d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).
e. Wawancara.

2. Persiapan klien malam sebelum operasi
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.
b. Persiapan saluran cerna
persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
3. Mencegah infeksi faeses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
2. Pemberian enema jika perlu.
3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 - 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.
d. Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.

3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan pre operasi :
1. Mencatat tanda-tanda vital
2. Cek gelang identitas klien
3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
6. Anjurkan klien untuk buang air kecil
7. Perawatan mulut jika perlu
8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.

4. Interpesi pre operasi
1. Obsevasi tanda-tanda vital.
2. Kaji intake dan output cairan
3. Auskultasi bising usus
4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
5. Ajarkan tehnik relaksasi
6. Beri cairan intervena
7. kaji tingkat ansietas
8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

5. Intervensi post operasi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
3. Kaji keadaan luka
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
5. Kaji status nutrisi
6. Auskultasi bising usus
7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

6. Evaluasi
a. Gangguan rasa nyaman teratasi
b. Tidak terjadi infeksi
c. Gangguan nutrisi teratasi
d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
e. Tidak terjadi penurunan berat badan
f. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Jadi apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan abdomen akut yang paling sering, apendiks sering di sebut umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering digunakan masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntuh merupakan sekum dari kolon.
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi oleh bakteri, berbagi hal berperan sebagai factor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi (fekalit) , hyperplasia jaringan limfoid, tumor, striktur, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi.
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala kelasik apendisitis adalah nyeri samar di daerah epigastrium atau priumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah.
Salah satu alternative terakhir dari apendiks adalah dengan operasi sebelum apendiks itu perforasi dan terjadi rupture, karena kalau sampai terjadi rupture maka daerah infeksi akan semakin meluas dan akan terjadi peritonitis dan penyakit lainnya.



3.2. KRITIK DAN SARAN
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan evaluasi untuk lebih baik dipembuatan makalah berikutnya.




















DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.
Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., “Acute Appendicitis in Children”, JAMA, http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482.
Simpson, J., Humes, D. J., “Acute Appendicitis”, BMJ, http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333: 530
Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007, hlm.106-107.
http //: www.ilmukeperawatan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar