#toc { border: 0px solid #000000; background: #ffffff; padding:2px; width:495px; margin-top:10px;} .toc-header-col1, .toc-header-col2, .toc-header-col3 { background: #B5CBFA; color: #000000; padding-left: 5px; width:250px;} .toc-header-col2 { width:75px;} .toc-header-col3 { width:125px;} .toc-header-col1 a:link, .toc-header-col1 a:visited, .toc-header-col2 a:link, .toc-header-col2 a:visited, .toc-header-col3 a:link, .toc-header-col3 a:visited { font-size:100%; text-decoration:none;} .toc-header-col1 a:hover, .toc-header-col2 a:hover, .toc-header-col3 a:hover { font-size:100%; text-decoration:underline; color:#3D3F44;} .toc-entry-col1, .toc-entry-col2, .toc-entry-col3 { padding-left: 5px; font-size:100%; background:#f0f0f0;}

Rabu, 30 Maret 2011

Kelainan Jantung Bawaan

“Anak Anda menderita kelainan jantung bawaan” begitu vonis dokter. Orang tua mana yang tidak shock? Panik, takut, sedih,… campur aduk. Apakah itu berarti maut akan segera menjemput dan Anda akan kehilangan buah hati Anda untuk selama-lamanya? Jangan panik, dengarkan kisah rekan kami (sebut saja Pak Anto) yang juga mengalami nasib sama. Semoga cerita ini akan membuka wawasan Anda tentang penyakit jantung bawaan.

Sebelumnya penulis ingin memberikan sedikit gambaran tentang Kelainan Jantung Bawaan Pada Anak (KJBPA). Penulis bukanlah dokter atau bekerja di bidang medis, hanya orang awam yang suka menulis. Info tentang KJBPA ini hanya berdasarkan pengalaman (silakan Anda baca selengkapnya di bawah ini), info dari ngobrol pikiran dengan orang tua yang memiliki anaka dengan kelainan jantung bawaan, dan dokter ahli jantung. Blog ini hanya sekedar sharing, bukan pengganti rekomendasi dokter. Semoga bermanfaat. Kalau ada info yang salah, mohon dikoreksi.

Ada anggapan yang keliru tentang kelainan jantung bawaan. Banyak yang menyamakannya dengan penyakit jantung. Agak bingung juga menjelaskannya. Tapi penulis analogikan seperti ini. Ada anak yang lahir dengan kedua mata yang tak bisa melihat (lahir dengan kelainan pada mata). Lalu ada orang dewasa yang buta misalkan saja karena penyakit diabetes atau infeksi kuman atau hal lain.

Nah... kasus pada anak tadi disebut kelainan mata bawaan dan orang dewasa tadi penyakit mata. Penulis menganalogikan seperti itu. Jadi kelainan jantung bawaan pada anak adalah anak itu punya kelainan jantung sejak ia dilahirkan (misalnya ada kebocoran karena waktu pembentukan jantung saat masih janin, sekat jantungnya tidak tertutup dengan sempurna). Kelainan ini bisa diatasi dengan operasi. Kalau penyakit jantung? Saat lahir, kondisi jantungnya bagus/ normal. Lalu karena pola makan yang tidak sehat kemudian terjadi penyumbatan pembuluh darah di jantung atau hal lain, ini yang disebut penyakit jantung. Mudah-mudahan analogi ini bisa memperjelas kelainan jantung bawaan dengan penyakit jantung.


Selesai Operasi, Pertumbuhan Normal Kembali
Ini kisah yang dituturkan Pak Anto. "Anak kami menderita kelainan jantung bawaan. Jantung anak kami bocor, dokter menyebutnya VSD (Ventrical Septal Defect). Darah yang membawa sari-sari makanan, yang seharusnya diedarkan ke seluruh tubuh untuk pertumbuhan tubuh, malah masuk ke paru-paru dan bercampur dengan darah kotor. Akibatnya pertumbuhan tubuh jadi lambat (berat badan susah naik), paru-paru harus bekerja ekstra (terlalu banyak darah yang masuk ke paru-paru), dan daya tahan tubuh anak lemah (mudah terserang penyakit).

Karena bocornya besar (8 mm), dokter menyarankan buah hati kami segera dioperasi. Lubang harus segera ditambal/ ditutup. Kami membawanya ke Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK). Setelah menunggu sekitar 3 bulan, akhirnya tibalah jadual operasi. Operasi berjalan lancar (sekitar 3 jam). Kini keadaan buah hati kami jauh lebih baik daripada sebelum operasi. Pertumbuhan badannya bagus, beratnya naik seperti anak normal lainnya. Semoga buah hati kami akan tumbuh sehat seperti anak lain. Semoga kisah kami ini memberi sedikit gambaran kepada Anda tentang kelainan jantung bawaan dan operasi. Mempunyai buah hati dengan kelainan jantung bawaan, bukanlah akhir dari segalanya. Teknologi kedokteran sudah maju, mereka punya harapan besar untuk hidup normal" demikian kisah Pak Anto.

*****


Berikut ini laporan kami (saat menemani Pak Anto yang mengoperasi anaknya yang mengalami kelainan jantung VSD di PJNHK). Tulisan ini berdasarkan pengalaman langsung, hasil ngobrol dengan beberapa orang tua pasien, suster/ perawat rumah sakit, serta hasil observasi kami sekitar 9 hari (03-11 Okt 2006 menemani teman yang anaknya dioperasi di PJNHK, Jakarta). Data ini adalah data saat kami survey, terutama yang menyangkut nilai uang (sangat mungkin sekarang sudah berubah), tapi mudah-mudahan data ini memberikan sedikit gambaran kepada Anda. Semoga hal ini bermanfaat bagi Anda yang berniat mengoperasi buah hari Anda ke PJNHK.

Informasi ini bisa saja salah karena keterbatasan kami sebagai orang awam (bukan dokter). Namun, kami akan minta bantuan dokter anak dan konsultan jantung/ kardiologi untuk membaca isi blog ini. Mudah-mudahan beliau berkenan dan memberi tambahan informasi serta mengkoreksi bila ada info yang keliru di blog ini.

Ini adalah blog pribadi, kalau dalam tulisan ini kami menyebutkan nama (rumah sakit, perusahaan, atau hal lain), semata-mata hanya demi kelengkapan cerita. Tidak ada motif bisnis dalam benak kami (iklan), karena apa yang kami hadirkan ini (sekali lagi) semata-mata hanya demi memberikan informasi sejelas mungkin kepada rekan-rekan yang buah hatinya mengalami kelainan jantung bawaan dan berniat mengoperasinya di PJNHK.

Kelainan jantung bawaan tidak pandang bulu. Orang kaya maupun miskin bisa mengalaminya. Orang miskin, tentu tidak punya akses ke internet dan kemungkinan tak bisa membaca isi blog ini. Untuk itulah kami mohon kepedulian Anda untuk menyampaikan informasi dari blog ini kepada mereka. Silakan copy dan print isi blog ini, semoga bantuan Anda dapat menyelamatkan jiwa saudara-saudara kita yang kurang/ tidak mampu.

Jenis Kelainan Jantung:
Ada banyak sekali kelainan jantung, mungkin ada belasan macam. Beberapa kasus kelainan jantung yang pernah kami temui: ASD (Atrial Septal Defect) bocor pada bagian atas, VSD (Ventrical Septal Defect) bocor pada bagian bawah, PDA (Patent Ductus Arteriosus), TOF, pembuluh darah terbalik, dan lain-lain. Bahkan banyak juga kasus, seorang mengalami beberapa kelainan. Kami pernah menemukan seorang anak perempuan usia sekitar 2 tahun, dengan 7 kelainan. Anak tersebut sudah dioperasi dan kini tumbuh sehat. Jadi bila buah hati Anda divonis mengalami kelainan jantung bawaan, dunia belum kiamat. Anda tidaklah sendiri. Dan jangan khawatir, peluang untuk hidup normal terbuka lebar, asal ditangani dengan cepat dan tepat.


Gejala Umum Kelainan Jantung VSD:
01. Berat badan sulit naik
02. Minum susu hanya sedikit dan cepat lelah
03. Sering demam (mudah terserang penyakit)

Pada anak penderita kelainan jantung bawaan, ada yang mempunyai gejala biru (terlihat biru pada kuku) tapi ada pula yang tidak disertai biru. Seorang pasien kelainan jantung bawaan dengan ciri warna biru pada kuku jari tangan dan kaki, mengalami perubahan yang menggembirakan setelah dioperasi. Warna daging (di bawah kuku) mulai berubah ke warna cerah (merah seperti orang normal) beberapa hari setelah dioperasi.

Saran Untuk Bayi Penderita Kelainan Jantung Bawaan:
Bila diberi minum susu, bayi penderita kelainan jantung bawaan mudah lelah. Minumnya hanya sedikit. Disarankan memberi susu bukan langsung dari botol tapi dengan sendok atau bisa juga dengan pipet (alat untuk meneteskan obat ke mulut bayi). Jadi bayi dapat minum lebih banyak tanpa harus banyak menguras tenaganya saat mengisap susu dari botol.

Penyebab Kelainan Jantung Bawaan:
Dari informasi yang kami peroleh, penyebab kelainan jantung bawaan mungkin dari faktor genetik (turunan), pengaruh minum banyak antibiotik atau obat-obatan lain saat hamil, makanan (makanan yang banyak pengawet dan pewarna buatan), polusi, serta faktor X (yang sampai sekarang belum diketahui).

Beberapa orang tua pasien (tepatnya ibu), mengatakan bahwa selama kehamilan bayi (bayi yang mengalami kelainan jantung bawaan) mereka tidak mengalami banyak gangguan. Mereka jarang sakit, makan lebih bagus (jarang mual atau muntah), minum vitamin lebih rajin daripada saat kehamilan kakaknya. Kalau dibilang faktor keturunan, di keluarga saya dan suami tidak ada yang mengalami hal sama. Kalau sudah begini, penyebabnya adalah faktor X.

Satu info baru yang kami dapatkan dari rekan kami yang anaknya juga mengalami kelainan jantung bawaan. Menurut diagnosa dokter, kelainan jantung bawaan pada anaknya disebabkan saat hamil sang ibu terkena virus Rubella. Makanya, orang tua calon bayi (ayah maupun ibu), disarankan menjaga kesehatan. Khusus calon ibu, rutinlah melakukan pemeriksaan kehamilan.

Senin, 21 Maret 2011

ASKEP ALZHEIMER



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia ( demensia senil, sindroma otak kronis ) lebih merupakan gejala dan bukanlah suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat progesif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan. Ditandai dengan penurunan umum umum fungsi intelektual yang bisa meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak, pertimbangan dan bahasa, terjadi perubahan keperibadian dan kemampuan menjalankan aktifitas hidup sehari-hari semakin memburuk.
Gejala biasanya tidak jelas pada saat awitan dan kemudian berkembang secara perlahan sampai akhirnya menjadi sangat jelas dan mengganggu. Tiga jenis demensia nonreversibel yang paling sering adalah penyakit Alzheimer, demensia multi infark, dan campuran penyakit Alzheimer dan demensia multi infark.
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit progesif yang ditandai oleh kematian luas neuron-neuron otak terutama didaerah otak yang disebut nukleus basalis. Saraf-saraf dari daerah ini biasanya berproyeksi melalui kemusfer serebrum ke daerah-daerah otak yang bertanggung jawab untuk ingatan dan pengenalan. Saraf-saraf ini mengeluarkan asetikolin, yang penting peranannya dalam membentuk ingatan jangka pendek di tingkat biokimiawi.
Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer, dibandingkanmerekan yang meninggal akibat sebab-sebab lain, pada otak pasien yang meninggal akibat penyakit Alzheimer terjadi penurunan sampai 90% kadar enzim yang berperan dalam pembentukan asetikolin, kolin asetiltransferase. Dengan demikian, dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut berperan menyebabkan penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan fungsi kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga tampaknya berkurang.
Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan me¬nyebabkan demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi genetik untuk penyakit ini, terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka prevalensi berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai 10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit yang bertambah banyak.
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya penyakit ini, tetapi ada 3 teori utama mengenai penyebabnya : virus lambat, proses otoimun, dan keracunan aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunya masa intubasi 2 – 30 tahun; sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Teori otoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaksi terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neuro toksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah di identifikasi menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada kercunan aluminium.
B. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini, kelompok III mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :
A. Pengertian Alzheimer
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinik
E. Penatalaksanaan dan
F. Proses Keperawatan ( menurut Gordon )


BAB II
ISI

A. Pengertian Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-sel otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan (demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan berperilaku. Sebagian besar demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer (60%). Demensia adalah suatu penyakit yang dapat ditatalaksana, dan demensia bukan merupakan bagian normal dari proses penuaan.

B. Etiologi.
Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit Alzheimer. Bila anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai familiar. Komponen familiar yang non spesifik meliputi pencetus lingkungan dan determinan genetik. Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familiarnya disebut sporadik. Usaha penelitian intensif saat ini sedang dilakukan untuk mengidentifikasi kromosom dan gen tertentu yang merupakan predisposisi seseorang yang mengalami penyakit ini.

C. Patofisiologi
Tanda dini dari penyakit alzheimer adalah terakumulasinya plak-plak amyloid ( Gambar 2 ) diantara sel-sel saraf otak. Amyloid merupakan bentuk umum dari serpihan protein yang dihasilkan secara normal oleh tubuh, pada otak yang sehat amyloid ini akan dihancurkan dan dieliminasi oleh Beta-Amyloid atau amyloid precursor protein (APP). Namun pada penderita alzheimer amyloid ini akan terakumulasi menjadi padat dan keras sehingga tidak dapat larut.
Selain terakumulasinya amyloid, pada penderita alzheimer terjadi penyusutan dan kekusutan pada sel-sel otak sehingga terbentuk rongga-rongga ( Gambar 1 ) yang berisi cairan cerebrospinal dalam otak hal ini akan mengakibatkan otak kehilangan kempuan memorinya, lambat laun rongga ini akan membesar sehingga kerusakan otak menjadi lebih parah bahkan mengakibatkan kematian bagi penderita alzheimer.


D. Manifestasi klinik
Tahap awal
• Tidak ingat akan kejadian yang belum lama terjadi
• Tidak dapat mengenali sesuatu/benda yang sebenarnya sudah pernah tahu
• Hilang ingatan
• Gangguan emosi seperti depresi, ketakutan
• Lesu, tidak acuh pada aktivitas sekitarnya.
Tahap akhir
• Tidak dapat mengenali saudaranya sendiri
• Berangan-angan
• Sukar berjalan, lama kelamaan berjalan dengan menyeretkan kaki
• Mengalami serangan tiba-tiba (seizures) pada beberapa penderita.
E. Penatalaksanaan
- Pendidikan terhadap pasien dan keluarganya mengenai alat-alat bantu ingatan, diet dan tindakan-tindakan pengamanan mungkin dapat memperlambat perkembangan gejala.
- Pemberian obat cognex untuk memperlambat atau mengembalikan gejala-gejala dini penyakit Alzheimer.

F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik didasarkan pada pengkajian neurologis menunjukkan kemunduran yang progesif dari kondisi fisik dan mental. Keluarga atau orang terdekat melaporkan pasien memperlihatkan penurunan daya ingat ringan, tidak tertarik pada lingkungan, kurangnya perhatian. Bila penyakit menjadi berat, kehilangan daya ingat terhadap hal-hal yang telah lama menjadi tetap masih baik, kepribadian mengalami kemunduran gangguan motorik seperti aproksia menjadi tampak. Pada tahap akhir koordinasi antara tangan dan mata lemah. Control terhadap defekasi dan berkemih hilang, tidak mengenali keluarga lagi, sering terjadi inkoherensi pada bicaranya, langkaah jalannya menjadi atoksis terjadi perubahan emosional secara menonjol. Penurunan berat badan terjadi saat pasien lupa makan, agitasi meningkatkan dan menolak makan.
b. Kaji respon keluarga dan orang terdekat terhadap kondisi pasien dan dampaknya terhadap lingkungan rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan proses berfikir yang berhubungan dengan neuron dan demensia progesif.
2. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan perilaku impulsive, kerusakan pertimbangan, kurang penglihatan dan disfungsi perilaku.
3. Ansietas yang berhubungan dengan kehilangan kognitif dan penurunan daalam konsep diri.
4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan denga kehilangan kognitif.
5. Defisit perawatan diri yang berhubbungan dengan konfusi, kehilangan kognitif dan perilaku disfungsi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas, kelambatan berpikir dan tidak keseimbangan aktivitas.
3. Intervensi Keperawatan
a. Mendukung Fungsi Kognitif
Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka perawat harus memberikan lingkungan yang kalem dan mudah dikenali yang membantu pasien menginterprtasi lingkungan sekitar dan aktivitasnya. Stimulus lingkungan harus dibatasi dan rutinitas yang biasa diteruskan. Cara berbicara yang tenang, menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan jelas dan sederhana, ditambah dengan penggunaan alat Bantu dan isyarat ingatan akan membantu meminimalkann kebingungan dan disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.

b. Peningkatan Keamanan Fisik
Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang bergerak bebas dan meenghilangkan kekhawatiran keluarga yang mencemaskan mengenai keamanan. Untuk menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber berbahaya yang jelas harus dihilangkan. Masukan medikasi dan makanann pasien harus dipantau. Lingkungan yang bebas bahaya memungkinkan pasien mandiri secara maksimal dan memiliki rasa otonomi.
c. Mengurangi Ansietas
Meskipun kehilangan kognitifnya cukup parah, namun ada saat dimana pasien sadar akan cepat menghilangkan segala kemampuannya. Pasien menjadi sangat membutuhkan dukungan emosional yang dapat memperkuat citra diri yang positif.
d. Meningkatkan Komunikasi
Untuk memperbaiki interprtasi pasien terhadap pesan, perawat harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan sudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata seringkali telah lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan mengapresiasikan pikiran. Instrukssi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau menggunakan bahasa non verbal untuk berkomunikasi.
e. Meningkaatkan Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Perubahan patofisiologi pada korteks serebri mengakibatkan pasien yang mengalami defisit perawatan diri mencapai kemandirian fisik. Upaya ditujukan untuk membantu pasien memelihara fungsi kemandirian selama mungkin. Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting bagi penderita Alzheimer. Dia haarus didorong menentukan pilihan bila diperlukan dan berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sebanyak mungkin.
f. Meningkatkan Aktivitas Dan Istirahat Yang Seimbang
Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkaan gangguan tidur dan perilaku melamun. Perilaku tersebut terjadi bila pasien merasa bosan, tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama pada suasanan baru dan biasanya pada malam hari. Pasien yang melamun diluar rumah kadang tidak bisa pulang lagi, sehingga beresiko mengalami kecelakaann dan cedera. Bila terjadi gangguan tidur dan pasien tidak bisa tidur maka daapat dibantu dengan musik susu hangat atau garukan punggung dapat membantu pasien agar rileks.
4. Evaluasi
1. Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal
2. Memperlihatkan penurunan dalam perilaku yang bingung
3. Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
4. Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
5. Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
6. Menunjukan peningkatan kemempuan untuk memahami pesan
7. Menunjukkan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal
8. Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang diperkirakan.
9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi
10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur
11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari
12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan

5. 11 Pola Fungsi menurut Gordon berkaitan dengan Penyakit Alzheimer
1. Persepsi kesehatan, penatalaksanaan kesehatan
Gejala : Perlu bantuan/tergntung pada orang lain
Tanda : Tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk.
Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk buang air atau tidak dapat menemukan kamar mandi.
Kurang berminat atau lupa tentang waktu makan; ketergantungan pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya di meja, makan dan menggunakan alat makan.
2. Nutrisi, Pola metabolisme
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia ( merupakan faktor predisposisi ).
Perubahan dalam pengecapan, napsu makan, mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan.
Kehilangan berat badan
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah
Menghindari atau menolak makan ( mungkin mencoba menyembunyikan keterampilan ).
Tampak semakin kurus ( tahap lanjut )
3. Tidur, pola istirahat
Gejala : merasa lelah
Tanda : siang malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
Letargi: penurunan minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/mengikuti acara program televisi
4. Kognitif, pola perseptual
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutam perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, diare, pusing atau kadang-kadang sakit kepala.
Adanya keluhan dalam penurunan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan tingkah laku.
Tanda : Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia; kesuliatan dalam menemukan kata-kata yang benar ( terutam kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan subtansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
5. Persepsi diri, Pola konsep diri
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi atau orang khayalan.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban mungkin juga tangan membuka buku tanpa membacanya ).
Duduk dan menonton yang lain
Aktivitas utama mungkin menumpuk benda tidak bergerak, gerakan berulang ( melipat-membuka liputan-melipat kembali kain ), menyembunyikan barang-barang, atau berjalan-jalan.
Emosi labil : mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya; perubahan alam perasaan (apatis, letargi, gelisah, lapang pandang sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba diungkapkan (reaksi katastrofik);depresif yang kuat delusi; paranoia lengket pada orang.
6. Peran, pola berhubungan
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan
Faktor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku.
Tanda : kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat.
7. Pola eliminasi.
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus otot)
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung kostipasi/impaksi dengan diare.
8. Aktivitas Pola latihan
Pada siang hari penderita diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam.
9. Seksual, pola reproduksi
Gejala : Kelainan seksual dalam keadaan kebingungan dan kesepian
Tanda : dapat merasakan kenyamanan dan kepuasan dengan bunyi dengkur berirama, basahnya lidah hewan peliharaan
Penyakit alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman.
10. Koping, Pola toleransi stres
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin menjadi faktor prediosposisi/faktor akselerasi)
Trauma kecelakaan (jatuh, luka bakar, dan sebagainya)
Tanda : Ekimosis, laserasi.
Rasa bermusuhan/menyerang orang lain.
11. Kepercayaan dan Keyakinan
Gejala : kepikunan atau kemunduran dalam berfikir merupakan hal yang wajar yang dialami oleh mereka yang memasuki usia lanjut.
Tanda : membiarkan orang lanjut usia dengan keadan demikian ( pikun )

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan yang terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun tapi tidak menutup kemungkinan dapat juga menyerang anak-anak, bahkan bayi.
Pasien dengan penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-neuron hipokarpus dan korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga terdapat kekusutan neuro fibrilar.
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti.
Pengkajian keperawatan yang dimaksudkan oleh Gordon yaitu 11 pola fungsi mencakup keseluruhannya dari penyakit Alzheimer ini.

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ATAU PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)



Pengertian
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA) (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227) .
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235).
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah) (Betz & Sowden, 2002 ; 375).
Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
Faktor Prenatal :
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
Ibu alkoholisme.
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
Faktor Genetik :
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)


Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal
Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
Apnea
Tachypnea
Nasal flaring
Retraksi dada
Hipoksemia
Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)
Patofisiologi
Akibat hemodinamika pada PDA terganung pada ukuaran dari duktus dan pembuluh darah pulmonal yang resisten. Saat lahir resistensi dalam pulmonal dan sirkulasi sistemik adalah sedikit identik sehingga terjadi persamaan resistensi dalam aorta dan artery pulmonal.
Sebagaimana tekanan sistemik melebihi tekanan pulmonal, darah memulai shunt dari aorta menuju duktus ke arteri pulmonal. (kiri ke kanan shunt ). Darah tambahan yaitu terbaliknya sirkulasi paru-paru dan kembali ke atrium kiri dan ventrikel kiri, akibat dari perubahan sirkulasi adalah peningkatan beban kerja pada jantung bagian kiri, penngkatan pulmonari vaskuler bawaan dan kemungkinan terjadi resistensi dan peningkatan potensial tekanan ventrikel kanan dan hypertropy ( Pediatric, edisi 2 Whooley and Wrong )
Hemodinamik Pada bayi baru lahir duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke aorta akan berfungsi sebaliknya, karena resistensi vascular paru menurun dengan tajam dan secara normal mulai menutup. Maka dalam beberapa jam secara fungsional tidak terdapat arus darah dari aorta ke arteri pumonalis ,sehingga dengan semakin berkurangnya retensi vascular paru maka pirau dari aorta ke arteri pulmonalis ( kiri dan kanan ) makin meningkat. Besarnya aliran tergantung pada ukuran PDA dan besarnta tahanan arteri pulmonali
Adanya aliran yang berlebih melalui arteri pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskuler paru yang tinggi sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vaskuler paru yang tinggi . Sianosis terlihat bila telah terjadi penakit vaskuler paru dimana aliran pirau berubah dari kanan ke kiri


Komplikasi :
Endokarditis
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
CHF
Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
Enterokolitis nekrosis
Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
Aritmia
Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)


Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)


Pemeriksaan Diagnostik
Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)


Pengkajian
Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)
Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.
Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
Diagnosa Keperawatan
Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak


Intervensi
Mempertahankan curah jantung yang adekuat :
Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit
Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)
Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)
Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload
Berikan diuretik sesuai indikasi.
Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
Monitor kualitas dan irama pernafasan
Atur posisi anak dengan posisi fowler
Hindari anak dari orang yang terinfeksi
Berikan istirahat yang cukup
Berikan nutrisi yang optimal
Berikan oksigen jika ada indikasi
Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :
Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur
Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan
Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak
Memberikan support untuk tumbuh kembang
Kaji tingkat tumbuh kembang anak
Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak
Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat
Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai
• Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat
• Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak
• Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama
• Catat intake dan output secara benar
• Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan
• Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak dibatasi.
Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
Berikan istirahat yang adekuat
Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal
Memberikan support pada orang tua
Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas
Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.
Hasil Yang Diharapkan
Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
Anaka akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan


Perencanaan Pemulangan
Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan kondisi penyakit
Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
Teknik pemberian obat
Teknik pemberian makanan
Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapa yang akan dihubungi jika membutuhkan pertolongan.

Minggu, 20 Maret 2011

amnesia

Amnesia --- Kehilangan Kenangan atau Memori

Amnesia merupakan suatu kondisi memori yang terganggu atau hilangnya kenangan / memori. Penyebabnya bisa bersifat organik atau bersifat fungsional. Penyebab-penyebab Organik mencakup kerusakan pada otak, karena trauma atau penyakit, atau penggunaan obat-obatan tertentu (biasanya obat penenang). Penyebab fungsional adalah faktor psikologis, seperti pada saat terjadi mekanisme pertahanan ego.

Efek lain dari amnesia adalah ketidakmampuan membayangkan masa depan. Sebuah studi baru-baru ini yang dipublikasikan secara online dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menunjukkan bahwa amnesia dengan kerusakan hippocampus tidak dapat membayangkan masa depan. Hal ini karena ketika manusia normal membayangkan masa depan, mereka menggunakan pengalaman masa lalu untuk membangun skenario yang mungkin. Sebagai contoh, seseorang yang akan mencoba untuk membayangkan apa yang akan terjadi di sebuah pesta yang akan terjadi dalam waktu dekat akan menggunakan pengalaman mereka di pesta-pesta untuk membantu menyusun acara.

Bentuk Amnesia

Berdasarkan pola gejalanya (bukan untuk menunjukan penyebab tertentu atau etiologi) Amnesia dapat dikategorikan:

* Anterograde amnesia adalah suatu bentuk amnesia dimana peristiwa atau kejadian baru yang ada dalam ingatan jangka pendek tidak ditransfer ke ingatan jangka panjang yang permanen.

* Retrograde amnesia adalah suatu bentuk amnesia dimana seseorang tidak dapat mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum menderita amnesia, lebih dari peristiwa lupa biasa.

Kedua kategori amnesia tersebut dapat terjadi secara bersama pada pasien yang sama, dan biasanya adalah sebagai akibat dari pengaruh obat atau kerusakan pada daerah otak yang paling dekat hubungannya dengan episodik / deklaratif memori: medial lobus temporal, khususnya hipocampus.

Satu contoh terjadinya retrograde amnesia dan anterograde amnesia secara bersamaan adalah seperti pada pengendara sepeda motor yang tidak mampu mengingat kejadian ketika dia sedang mengendarai sepeda motornya karena cedera pada kepalanya (retrograde amnesia), dia juga tidak ingat tentang kejadian di rumah sakit dua hari setelahnya (anterograde amnesia).

Efek amnesia dapat berlangsung lama meskipun kondisi amnesia tersebut telah berlalu. Banyak penderita amnesia menyatakan bahwa amnesia berubah dari kondisi neurologist ke kondisi psikologis, di mana pasien kehilangan kepercayaan diri dan keyakinan pada kenangan/memori mereka sendiri dan hal dari peristiwa masa lalunya.

Gejala

Penderita amnesia mudah dikenali. Ia tidak mampu mempelajari hal-hal baru atau mengingat hal-hal sebelumnya. Tanda yang lain, penderita mengalami hambatan pada fungsi sosial dan pekerjaan. Meski demikian pemeriksaan medis lebih akurat untuk mengetahui penderita mengalami amnesia atau gangguan otak lain.

Perawatan

Penanganan pada penderita amnesia dapat dilakukan dengan pendekatan suportif. Pendekatan berupa mendekatkan hal-hal yang berkaitan baik waktu dan tempat yang pernah atau sedang dialami penderita

divertikulitis

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat pola hidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.
Bila manusia itu tidak dapat atau tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, maka akan menimbulkan ganguan kesehatan yaitu timbulnya beberapa penyakit.

B. TUJUAN
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis mengharapkan adanya manfaat yang sifatnya membangun diantaranya:
1. Untuk memperluas wacana pengetahuan tentang asuhan keperawatan diverticulitis peritonitis.
2. Mampu mengkaji masalah-masalah keprawatan secara komprehensif.
3. Mampu menganalisa dan merumuskan serta menegakan diagnose keperawatan yang muncul.
4. mampu merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan sesuain rencana yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
5. Diharapkan mampu membuat penanganan yang efektif dalam melakukan berbagai macam pencegahan.
6. Agar dapat dijadikan bahan dalam mengevaluasi,guna perbaikan selanjutnya.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan diverticulitis peritonitis ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit diverticulitis peritonitis?
3. Bagaimana cara mengetahui tanda-tanda fisik yang muncul pada pasien yang menderita diveritikulitis peritonitis?
4. Bagaimana jalan penyakit dari devertikulitis peritonitis ?
5. Bagaimana melakukan pemeriksaan fisik dimulai dari status kesehatan umum sampai pemeriksaan diagnostic ?
D. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan karya tulis ini terdiri dari tiga bab dan tiap-tiap bab ini diuaraikan lagi menjadi sub-sub bab beserta pokok bahasannya.
Bab satu yang merupakan pendahuluan ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan.
Bab dua merupakan pembahasan pengertian diveticulits,tanda dan gejala, penyebab, diet, diagnosi, pengobatan, oprasi, dan komplikasi,pegertian peritonitis, etiologi, tanda dan gejala, potofisilogi, pemeriksaan diagnosis, komplikasi penatalaksanaan dan diagnose yang muncul.
Bab tiga merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis.

BAB II
PEMBAHASAN

1.PENGERTIAN DEVERTIKULITIS

Devertikulum adalah lekukan luar seperti kantong yang terbentuk dari lapisan usus yang meluas sepanjang defek dilapisan otot.Devertikula dapat terjadi dimana saja sepanjang saluran
Devertikulitis terjadi bila makanan atau bakteri tertahan di suatuatu divertikulisis yang meng hasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnaya membentuk abses.
2. TANDA DAN GEJALA
Pasien sering hadir dengan klasik tiga serangkai kuadrat kiri bawah sakit demam , dan leukositosis (ketinggian dari sel darah putih jumlah dalam tes darah). Pasien juga mungkin mengeluh mual atau diare lain mungkin sembelit.
Seorang individu dengan diverticulitis mungkin hadir dengan sisi kanan sakit perut. Hal ini mungkin disebabkan oleh diverticula sisi kanan kurang lazim atau kolon sigmoid yang sangat berlebihan.
Divertikulitis
Gejala yang paling umum diverlikulitis adalah sakit perut Tanda paling umum adalah kelembutan di sisi kiri perut bagian bawah. Jika infeksi adalah penyebab, kemudian mual, muntah, rasa panas sementara yang tidak demam, kram, dan sembelit dapat terjadi juga. Tingkat keparahan gejala tergantung pada sejauh mana infeksi dan komplikasi. Diverticulitis memburuk sepanjang hari, karena mulai sakit sebagai kecil dan perlahan-lahan berubah menjadi muntah dan nyeri tajam.
Diverticulosis
Kebanyakan orang dengan diverticulosis tidak memiliki rasa tidak nyaman atau gejala dapat mencakup kram ringan, kembung, dan sembelit penyakit lain seperti penyakit radang usus (IBD) dan bisul perut menyebabkan masalah yang sama, sehingga gejala ini tidak selalu berarti seseorang memiliki diverticulosis.
3. PENYEBAB
Pengembangan divertikulum kolon dianggap akibat dari mengangkat tekanan kolon intraluminal. sigmoid colon memiliki diameter terkecil dari setiap bagian dari usus besar, dan karena itu bagian yang akan diharapkan memiliki tekanan intraluminal tertinggi. Klaim bahwa kurangnya serat makanan, khususnya serat yang tidak larut (juga dikenal dalam bahasa yang lebih tua sebagai " serat ") predisposes individu untuk penyakit divertikular didukung dalam literatur medis.
4. DIET
Kacang dan biji, di masa lalu, pikir oleh para profesional perawatan kesehatan mungkin memperburuk banyak diverticulitis. Namun, studi terbaru tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa menghindari kacang-kacangan dan biji mencegah perkembangan diverticulosis untuk kasus akut diverticulitis .
Popcorn, kacang-kacangan dan jagung juga tidak direkomendasikan di masa lalu untuk pasien diverticulitis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mereka tidak hanya tidak tampaknya memperparah diverticulitis, tetapi bahwa asupan yang lebih tinggi dari kacang-kacangan dan jagung bisa sebenarnya membantu untuk menghindari diverticulitis pada orang dewasa pria.
5. DIAGNOSIS
Orang-orang dengan gejala di atas biasanya dipelajari dengan computed tomography, atau CT scan sangat akurat (98%) dalam mendiagnosis diverticulitis. Dalam rangka untuk mengekstrak informasi yang paling mungkin mengenai kondisi pasien, bagian tipis (5mm) gambar melintang diperoleh melalui seluruh perut dan panggul setelah pasien telah diberikan kontras oral dan intravaskuler. Gambar mengungkapkan lokal penebalan dan hiperemi (peningkatan aliran darah) yang melibatkan segmen dinding usus besar, dengan perubahan inflamasi memperluas ke dalam jaringan lemak di sekitar usus besar. Diagnosis diverticulitis akut dibuat percaya diri ketika segmen terlibat berisi diverticulae. CT scan juga dapat mengidentifikasi pasien dengan diverticulitis yang lebih rumit, seperti mereka yang memiliki abses terkait.

6. PENGOBATAN
Sebuah episode awal diverticulitis akut biasanya diobati dengan istirahat usus (yaitu, tidak melalui mulut), cairan resusitasi IV, dan luas spektrum antibiotika yang meliputi anaerob bakteri dan gram negatif batang. Namun, berulang serangan akut atau komplikasi, seperti peritonitis , abses , atau fistula mungkin memerlukan operasi, baik langsung atau secara elektif.
Setelah pasien debit dapat ditempatkan pada diet rendah residu . Hal-serat diet rendah memberikan cukup waktu untuk menyembuhkan usus besar tanpa perlu bekerja terlalu keras. Kemudian, pasien ditempatkan pada diet tinggi serat.
Dalam beberapa kasus, pembedahan mungkin diperlukan untuk menghapus area dari usus besar dengan diverticula tersebut. Pasien yang menderita serangan pertama mereka divertikulitis biasanya tidak dianjurkan untuk menjalani operasi, kecuali kasus yang sangat parah. Pasien yang menderita mengulangi episode dapat mengambil manfaat dari operasi.
Dalam kasus seperti risiko komplikasi dari diverticulitis melebihi risiko komplikasi dari pembedahan.
Sebagian besar kasus sederhana, tidak rumit divertikulitis menanggapi terapi usus konservatif dengan istirahat dan antibiotic.
7. OPERASI
Pembedahan elektif Divertikulitis mungkin atau mungkin darurat medis. Apakah operasi harus dilakukan adalah memutuskan berdasarkan faktor-faktor eksternal seperti tahap penyakit, usia pasien dan dia kondisi medis atau umum, serta keparahan dan frekuensi serangan atau jika gejala bertahan setelah pertama episode akut.
Dalam kebanyakan kasus, keputusan untuk melakukan operasi elektif diambil pada saat risiko dari operasi lebih kecil dari pada yang dihasilkan dari kondisi komplikasi. pembedahan elektif dapat dilakukan minimal enam minggu setelah sembuh dari diverticulitis akut.
Pembedahan darurat diperlukan untuk orang-orang yang usus pecah; selalu pecah hasil di infeksi pada perut. rongga usus [12] Selama operasi diverticulitis, bagian pecah akan dihapus dan kolostomi dilakukan. Ini berarti bahwa ahli bedah akan menciptakan pembukaan antara usus besar dan permukaan kulit. kolostomi ditutup dalam waktu sekitar 10 atau 12 minggu dalam sebuah operasi yang berbeda di mana memotong ujung usus yang bergabung.
Pendekatan bedah pertama terdiri dalam reseksi. Tahap pertama operasi dilakukan pada pasien dengan usus, baik vascularized nonedematous dan ketegangan-bebas. Margin proksimal harus luas usus lentur tanpa hipertrofi atau peradangan. Margin distal harus meliputi ketiga atas dari rektum dimana Taenia menggabung.
Tidak semua usus-bantalan diverticula harus dihilangkan, karena diverticula proksimal ke turun atau kolon sigmoid tidak mungkin mengakibatkan gejala lebih lanjut.
Diverticulitis operasi dapat dilakukan dengan dua cara: melalui primer reseksi usus atau melalui reseksi usus dengan kolostomi. Kedua reseksi usus dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan operasi laparoskopi . Reseksi usus tradisional ini dibuat dengan menggunakan pendekatan bedah terbuka, yang disebut kolektomi . Selama kolektomi, pasien berada di bawah anestesi umum dalam rangka untuk memastikan bahwa pasien tidak akan merasa sakit dan ia akan benar-benar tidur selama prosedur. Seorang ahli bedah melakukan kolektomi akan membuat irisan garis tengah lebih rendah di perut atau sayatan melintang lateral lebih rendah. Sakit bagian usus besar akan dihapus dan kemudian kedua ujung yang sehat dijahit atau dijepit kembali bersama-sama.
kolostomi mungkin dilakukan ketika usus harus dibebaskan dari kerja normal pencernaannya seperti menyembuhkan. kolostomi Sebuah menyiratkan menciptakan pembukaan sementara dari usus besar pada permukaan kulit dan akhir usus besar melewati dinding perut dan tas removable melekat padanya. Sampah akan dikumpulkan dalam tas.
Namun, sebagian besar ahli bedah lebih suka melakukan laparoskopi reseksi usus terutama karena nyeri pasca operasi berkurang dan pemulihan pasien lebih cepat. Operasi laparoskopi adalah prosedur invasif minimal di mana untuk empat lebih kecil tiga sayatan dibuat di perut atau pusar .
Semua operasi usus besar melibatkan hanya tiga manuver yang mungkin berbeda-beda dalam kompleksitas tergantung pada daerah usus dan sifat penyakit yang merupakan pencabutan dari usus besar, pembagian lampiran ke usus dan diseksi dari mesenterium. Setelah reseksi dari usus besar, ahli bedah biasanya membagi lampiran ke hati dan usus kecil. Setelah kapal mesenterika yang dibedah, usus besar dibagi dengan stapler bedah khusus yang menutup usus sedangkan pemotongan antara garis-garis pokok.
Utama Reseksi usus
Reseksi usus diverticulitis utama adalah prosedur standar. Ini terdiri dalam penghapusan bagian sakit atau pecah dari usus yang kemudian menghubungkan kembali untuk segmen sehat dari usus besar. Ini disebut anastomosis..Tergantung pada kondisi medis umum pasien, prosedur tersebut dapat dilakukan secara tradisional, melalui kolektomi atau laparoskopi, yang membutuhkan sayatan yang lebih kecil dan pemulihan lebih cepat.
7. KOMPLIKASI
Dalam diverticulitis rumit, bakteri selanjutnya dapat menginfeksi bagian luar usus besar jika meradang semburan divertikulum terbuka. Jika infeksi menyebar ke selaput rongga perut ( peritoneum ), ini dapat menyebabkan fatal peritonitis.Kadang-kadang diverticula meradang dapat menyebabkan penyempitan usus , yang menyebabkan obstruksi. Juga, bagian yang terkena usus bisa mengikuti kandung kemih atau organ dalam rongga panggul , menyebabkan fistula, atau koneksi abnormal antara organ dan struktur berdekatan atau organ, dalam hal ini usus besar dan organ yang berdekatan.
• Bowel obstruction Obstruksi usus
• Peritonitis Radang selaput perut
• Abscess Abses
• fistula hiliran
• Bleeding Perdarahan
• Strictures Penyempitan
A. PENGERTIAN PERITONITIS
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan cXmeliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan tr yangpasif.

B, ETIOLOGI
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).
B.TANDA DAN GEJELA
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

D. PATOFISILOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga bdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSITIK
1.Drainase panduan CT-Scan dan USG
2.Pembedahan

E. KOMPLIKASI
® Eviserasi Luka
® Pembentukan abses

F.PENATALAKSANAAN
Penggantian cairan, koloid dan elektroli adalah focus utama. Analegesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan. Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa-tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoniummaka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdaat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.








\
I. DIAGNOSA YANG MUNCUL
1. Infeksi risiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3. Nyeri akut berhuungan dengan agen cidera kimia pasca operasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mencerna makanan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh
7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
8. Hipertermi berhubungan dengan medikasi atau anastesia.











BAB III

Asuhan keperawatan
1.Pengkajian
1. Kaji riwayat kesehatan klien.
2. Kaji durasi nyeri serta pola eliminasi saat ini dan masalalu.
3. Kaji ulang kebiasaan diet untuk menentukan asupan serat.
4. Tanyakan tentang mengenjan saat devekasi.
5. Pengkajian objektif mencakup asuskultasi adanya bising usus dan karakternya dan palpasi nyeri kuadran kiri.
2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian,diagnose keperawatan utama mencakup yang berikut:
1. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder akibat penebalan segmen otot dan strutur.
2. Nyeri berhubungan denagan inflamasi dan infeksi
3. Perubahan perkusi jaringan gastrointestinal berhubungan denagan proses infeksi.



Masalah kolaboratiffi
Komplikasi potensial
Bedasar kan pada pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi mencangkup:
1. Peritonitis
2. Pembentukan abses
3. Perdarahan
3.Perencanaaan dan Implementasi
Tujuan utama mencangkup mendapatkan memepertahankan eliminasi normal, penurunan nyeri, perbaiakan perfusi jaringan gastro intestinal, dantidak ada komplikasi,
4. Intervensi Keperawatan
1.Mempertahankan Pola Eliminasi Normal.
Asupan cairan 2 L/hari (dalam batas cadangan jantug pasien) sangat di anjurkan. Makanan yang lembut taapi memepunyai serat tinggi dianjurkan untuk meningkat kan bulk feses dan memudahkan peristaltic. Sehingga meningkatkan defekasi, program latihan individual di anjurkan untuk memeperbaiki tonos otot abdomen. Rutinitas harian pasien ditinjau ulang untuk memebuat jadwal makan, dan menyusun waktu untuk devekasi. Pasien dibantu dalam mengindentifikasi kebiasaan yang mungkin telah digunakan unutuk menekan doronagan defekasi.
Masukan laksatif bulk harian seperti Metamucil yang membantu mendorong feses melewati kolon dianjurkan. Pelunak feses diberikan sesuai resep untuk menurunkan mengejan saat defekasi, yang pada waktunya menurunkan tekanan usus. Enema retensi-minyak dapat diberikan untuk melunakan feses dan menurunksn inflamasi.
2.Menghilangkan nyeri
Analgesic(mis, domerol) diberikan untuk nyeri.preparat antipasmodik diberikan sesuai program untuk menurunkan spasme khusus. Intensitas, durasi, dan lokasi nyeri dicatat untuk menentukan kapan proses inflamasi menjadi lebih berat atau berkurang.
4. Memperbaiki perfusi jaringan gastrointestinal.
Tanda –tanda vital dan haluaran urin dipantau terhadap adanya bukti penurunan perfusi jaringan cairan 4 diberikan untuk menggatikan kehilangan volume sesuai kebutuhan.
5. Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.
Fokus keperawatan utama adalah untuk mencegah komplikasi dengan mengiden tifikasi individu berisiko dan mengatasi gejala sesuai kebutuhan. Perwat mengkaji adanya tanda-tanda perforasi: peningkat nyeri abdomen dan nyeri yang di sertai dengan kekakuan abdomen; peningkatan jumlah sel darah putih; peningkatan sendimentasi; peningkatan suhu; takikardja; dan hipotensi. Perforasi memerlukan kedaruratan bedah.



Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mendapatkan pola eliminasi normal
a. kram dan nyeri abdomen berkurang.
b. Melaporkan pesase feses lembut dan berbentuk, tanpa nyeri.
c. Menambahkan sekam yang tidak terproses dalam makana.
d. Minum sedikitnya 10 gelas cairan sehari ( bila asupan cairan dapat ditoleransi).
e. Latihan setiap hari.
2. Nyeri berkurang.
a. Meminta analgesik sesuai kebutuhan.
b. Mentaati diet rendah serat selama episode akut.
3. Mencapai perfusi jaringan gastrointestinal normal.
a. Memenuhi pembatasan makanan.
b. Saluran urin adekuat.
c. Tekanan darah tetap normal.
4. Tidak mengalami komplikasi.
a. Tidak demam.
b. Abdomen lunak, tidak nyeri tekanan dengan bising usus normal.
c. Feses negative untuk darah samara



BAB III
PENUTUP
A. Kesipula
B. \
Setelah kelompok membahas diverticulitis peritonitis, kelompok dapat menyipulkan bahwa diverticulitis peritonitis adalah suatu penyakit yang terletek pada bagian intestinal yaitu pada bagian usus yang mengalami peradangan, akibat makanan atau bakteri tertahan di suatuatu divertikulisis yang meng hasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnaya membentuk abses.













DAFTAR PUSTAKA

hemothorax

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang relatif umum , paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada . hematothorax tidak berhubungan dengan trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab . Identifikasi dan pengobatan traumatik gematothorax adalah bagian penting dari perawatan pasien yang terluka . Dalam kasus hematothorax tidak berhubungan dengan trauma , penyelidikan yang hati – hati untuk sumber yang mendasari harus dilakukan ketika perawatan terjadi .
Hematothorax mengacu pada koleksi darah dalam rongga pleura . Walaupun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah efusi pleura ) . Sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi secara spontan .
Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat yang sama , menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus ditutup dengan harapan bahwa ada tekanan intrathoracic akan menghentikan perdarahan jika efek yang diinginkan tercapai , menyarankan agar luka dibuka kembali beberapa hari kemudian untuk evakuasi tetap beku darah atau cairan serosa .
Mengukur frekuansi hematothorax dalam populasi umum sulit . Hematothorax yang sangat kecil dapat dikaitkan dengan satu patah tulang rusuk dan mungkin tak terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan . karena sebagian besar terkait dengan hematothorax trauma , perkiraan kasar terjadinya mereka dapat dikumpulkan dari trauma statistik .
B . Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Untuk memperluas wacana pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasiean Hemotorax .
2. Tujuan Khusus:
a. Mampu mengkaji masalah-masalah keperawatan secara komprehensif.
b. Mampu menganalisa dan merumuskan serta menegakan diagnosa Keperawatan yang muncul.
c. Mampu merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang meliputiupaya promotif, preventif, kuratif serta rehabilitati.
d. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
e. Mempunyai pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan Hemotorax.

C. Rumusan Masalah
• Apa yang dimaksud dengan hematothorax ?
• Apa saja etiologi dari hematothorax ?
• Bagaimana patofisiologi dari hematothorax?
• Bagaimana manifestasi klinis dari hematothorax ?
• Apa saja pemeriksaan dari hematothorax ?
• Bagaimana perawatan dari hematothorax ?
D. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini penulis mambatasi topic pada materi Hemotorax, pembahasan mengenai:
1. Definisi
2. Patofisiologi
3. Etiologi
4. Manifestasi klinis
5. Pemeriksaan penunjang
6. Perawatan
7. Askep
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskriptif yang dilakukan dengan cara:
• Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber catatan kuliah dan makalah yang berhubungan dengan judul makalah ilmiah yang dibahas.
• Browsing melalui internet untuk menambah data-data yang diperlukan.
F. Sistematika Penulisan
Sistemetika penulisan makalah ilmiah tentang materi Hemotorax ini terdiri dari tiga bab ,masing-masing terdiri dari sub-sub bahasan yaitu:
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II Pembahasan
A. Definisi Penyakit
B. Patofisiologi
C. Manifestasi Klinik
D. Pemeriksaan Penunjang
E. Perawatan
F. Asuhan keperawatan
BAB III Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka



BAB II
TINJAUAN MATERI
Hemotorax
A. Definisi
Hematothorax adalah adanya darah dalam rongga pleura . Sumber berasal dari darah yang berada pada dinding dada , parenkim paru – paru , jantung atau pembuluh darah besar . kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam . Ini juga merupakan komplikasi dari beberapa penyakit .( Puponegoro , 1995
B. Patofisiologi
 Perdarahan ke dalam rongga pleura dapat terjadi, hampir semua gangguan dari jaringan dinding dada dan pleura atau struktur intratoracic yang fisiologis terhadap pengembangan hematothorax diwujudkan dalam 2 bidang utama hemodinamik dan pernapasan . Tingkat respons hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah .
 Gerakan pernapasan normal mungkin terhambat oleh ruang efek menduduki akumulasi besar darah dalam rongga pleura . Dalam kasus trauma , kelainan ventilasi dan oksigen dapat mengakibatkan , terutama jika dikaitkan dengan cedera pada dinding dada . Dalam beberapa kasus nontraumatic asal usul , terutama yang berkaitan dengan pneumotorax dan jumlah terbatas perdarahan , gejala pernapasan dapat mendominasi.
C. Etiologi
1. Traumatis
• Trauma tumpul .
• Penetrasi trauma .
2. Non traumatic atau spontan
• Neoplasia ( primer atau metastasis ) .
• Diskrasia darah , termasuk komplikasi antikoagulasi .
• Emboli paru dengan infark .
• Emfisema .
• Tuberkulosis .
• Paru arteriovenosa fistula .
D. Manifestasi Klinis
i. Blunt trauma -hematothorax dengan dinding dada cedera tumpul .
1. Jarang hematothorax sendirian menemukan dalam trauma tumpul . Associated dinding dada atau cedera paru hampir selalu hadir .
2. tulang sederhana terdiri dari satu atau beberapa patah tulang rusak adalah
3. yang paling umum dada cedera tumpul . Hematothorax kecil dapat berhubungan dengan bahkan satu patah tulang rusuk tetapi sering tetap diperhatikan selama pemeriksaan fisik dan bahkan setelah dada radiography . Koleksi kecil seperti jarang membutuhkan pengobatan .
4. Kompleks dinding dada cedera adalah mereka yang baik 4 / lebih secara berurutan satu patah tulang rusuk hadir atau memukul dada . Jenis cedera ini terkait dengan tingkat signifikan kerusakan dinding dada dan sering menghasilkan koleksi besar darah dalam rongga pleura dan gangguan pernapasan substansial . Paru memar dan pneumotorax yang umumnya terkait cedera . Mengakibatkan luka – luka lecet dari internal interkostal / arteri mamae dapat menghasilkan ukuran hematothorax signifikan dan hemodinamik signifikan kompromi . Kapal ini adalah yang paling umum perdarahan terus menerus sumber dari dada setelah trauma .
5. Delayed hematothorax can accur at some interval after blunt chest trauma . Dalam kasus tersebut evaluasi awal , termasuk dada radiography , mengungkapkan temuan dari patah tulang rusuk yang menyertainya tanpa intrathoracic patologi , Namun jam untuk hari kemudian , seorang hematothorax terlihat . Mekanisme diyakini baik pecah terkait trauma dinding dada hematom ke dalam rongga pleura / perpindahan dari tulang rusuk patah ujungnya dengan interkostalis akhirnya gangguan terhadap kapal – kapal selama gerakan pernapasan atau batuk .
ii. Intrathoracic cedera tumpul
1. Hematothorax besar biasanya berhubungan struktur vaskular cedera . Gangguan atau robekan besar struktur arteri / vena di dalam dada dapat menyebebkan perdarahan masif / exsanguinating .
2. Hemodinamik menifestasi terkait dengan hematothorax besar adalah mereka dari hemorrhagic shock . Gejala – gejala dapat berkisar dari ringan sampai mendalam , tergantung pada jumlah dan laju perdarahan ke dalam rongga dada dari sifat dan tingkat keparahan cedera terkait .
3. Karena koleksi besar darah akan menekan paru – paru ipsilateral , pernapasan terkait termasuk manifestasi tachypnea dan dlam beberapa kasus hypoxemia .
4. Berbagai temuan fisik seperti memar , rasa sakit , ketidakstabilan / krepitus pada palpasi atas rusuk retak , cacat dinding dada / gerakan dinding dada paradoksal dapat mengakibatkan kemungkinan hematothorax bersamaan dalam kasus cedera tumpul dinding dada . Ketumpulan pada perkusi diatas bagian yang terkena sering hemotorax dicatat dan lebih sering ditemukan selama lebih tergantung daerah torax jika pasien tegak . Berkurang / tidak hadir pada auskultasi bunyi napas dicatat di atas wilayah hemotothorax .
iii. Trauma tembus
1. Hematothorax dari cedera penetrasi paling sering disebabkan oleh lecet langsung dari pembuluh darah . Sementara arteri dinding dada paling sering , sumber menembus hematothorax cedera , intrathoracic struktur , termasuk jantung , juga harus dipertimbangkan .
2. Parenkim paru cedera sangat umum dalam kasus – kasus cedera menembus dan biasanya menghasilkan kombinasi hematothorax dan pneumothorax .
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium studi
a). Hematokrit dari cairan pleura
o Pengukuran hematokrit hampir tidak pernah diperlakukan pada pasien dengan hematothorax traumatis .
o Studi ini mungkin diperlakukan untuk analisis berdarah nontraumatik efusi dari penyebabnya . Dalam khusus tersebut , sebuah efusi pleura dengan hematokrit lebih dari 50 % dari yang hematokrit beredar deanggap sebagai hematothorax .
2. Imaging studi
a). Chest radiography
• Dada yang tegak sinar rongent adalah ideal studi diagnostik utama dalam evaluasi hematothorax .
• Dalam unscarred normal rongga pleura yang hemothtorax dicatat sebagai meniskus cairan menumpulkan costophiremic diafragmatik sudut atau permukaan dan pelacakan atas margin pleura dinding dada ketika dilihat pada dada tegak film sinar – x . Hal ini pada dasarnya sama penampilan radiography dada yang ditemukan dengan efusi pleura .
• Dalam kasus – kasus dimana jaringan atau sisfisis pleura hadir , koleksi tidak dapat bebas untuk menempati posisi yang paling tergantung didalam dada tapi menempati posisi yang paling tergantung didalam dada , tapi akan mengisi ruang pleura bebas apapun tersedia . Situasi ini mungkin membuat penampilan klasik lapisan pluida pada dada x – ray film .
• Sebanyak 400 – 500 ml darah diperlukan untuk melenyapkan costapherenic sudut seperti terlihat pada dada tegak sinar rongent .
• Dalam pengaturan trauma akut , telentang portabel dada sinar rongent mungkin menjadi yang pertama dan satu – satunya pandangan tersedia dari yang untuk membuat keputusan mengenai terapi definitif , kehadiran dn ukuran hematothorax jauh lebih sulit untuk mengevaluasi pada film terlentang . sebanyak 1000 ml darah mungkin akan terjawab saat melihat dada terlentang portabel x – ray film . Hanya kekaburan umum yang terkena bencana hematothorax dapat dicatat .
• Dalam kasus trauma hematothorax sering dikaitkan dengan dada lainnya , luka – luka terlihat di dada sinar rongent , seperti patah tulang iga , pneumotorax , atau pelebaran mediatinum superior .
• Studi – studi tambahan seperti USG atau CT scan mungkin kadang – kadang diperlukan untuk identitas dan kualifikasi dari hematothorax dicatat disebuah dataran sinar rongent .
b). Ultrasonography
• Ultrasonography USG digunakan dibeberapa pusat trauma dalam evaluasi awal pasien untuk hematothorax .
• Salah satu kekurangan dari USG untuk identifikasi traumatis terkait hematothorax adalah bahwa luka segera terlihat pada radiography dada pada pasien trauma , seperti cedera tulang , melebar mediastinum dan pneumothorax , tidak mudah diidentifikasi di dada Ultrasonograp gambar .
• Ultrasonography lebih mungkin memainkan peran yang saling melengkapi dalam kasus – kasus tertentu dimana x –ray dada temuan hematothorax yang samar – samar .
C). CT
o CT scan sangat akurat studi diagnostik cairan pleura / darah .
o Dalam pengaturan trauma tidak memegang peran utama dalam diagnostik hematothorax tetapi melengkapi dada radiography . Karena banyak korban trauma tumpul melakukan rongrnt dada dan / CT scan perut evaluasi, tidak dianggap hematothorax didasarkan pada radiography dada awal dapat diidentifikasi dan diobati .
o Saat ini CT scan adalah nilai terbesar kemudian dalam perjalanan trauma dada pasien untuk lokalisasi dan klasifikasi dari setiap koleksi mempertahankan gumpalan dalam rongga pleura .

F. PERAWATAN
• Prehospital care in patients with hemothorax Perawatan pra-rumah sakit pada pasien dengan hemothorax
• Assess airway, breathing, and circulation. Menilai Airway, pernapasan, dan sirkulasi. Evaluate for the possibility of tension pneumothorax. Evaluasi untuk kemungkinan ketegangan pneumotoraks. Assess vital signs and pulse oximetry. Menilai tanda-tanda vital dan denyut nadi oksimetri. Administer oxygen and establish an intravenous line. Administer oksigen dan membentuk garis intravena.
• Dekompresi jarum dari pneumotoraks ketegangan mungkin diperlukan.
• Perawatan awal diarahkan untuk cardiopulmonary stabilisasi dan evakuasi dari koleksi darah pleura.
• Jika pasien hypotensive, membangun besar-garis intravena membosankan. Commence appropriate fluid resuscitation with blood transfusion as necessary. Resusitasi cairan dimulai sesuai dengan transfusi darah diperlukan.
• Untuk evakuasi, tempat-besar membosankan tabung torakotomi costophrenic diarahkan ke sudut.
• Jika dada tabung konvensional tidak mengeluarkan koleksi darah, langkah-langkah lebih lanjut mungkin diperlukan. Conventional treatment involves placement of a second thoracostomy tube. Pengobatan konvensional melibatkan penempatan thoracostomy kedua tabung. However, in many patients, this therapy is ineffective, necessitating further intervention. Namun, pada banyak pasien, terapi ini tidak efektif, sehingga perlu intervensi lebih lanjut.
• Video-dibantu thoracoscopy (tong) adalah pengobatan alternatif yang memungkinkan pemindahan langsung dan tepat gumpalan dada penempatan tabung. VATS is associated with fewer postoperative complications and shorter hospital stays compared with thoracostomy. Tong-tong dikaitkan dengan komplikasi pascabedah lebih sedikit dan lebih pendek dibandingkan dengan rumah sakit tetap thoracostomy .
• Emergency department care Perawatan gawat darurat
o The patient should be sitting upright unless other injuries contraindicate this position. Pasien harus duduk tegak kecuali luka lain contraindicate posisi ini. Administer oxygen and reassess airway, breathing, and circulation. Administer oksigen dan menilai kembali jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
o Mendapatkan sinar rentgen dada tegak secepat mungkin.
o Jika pasien hemodynamically tidak stabil, segera memulai resusitasi cairan (misalnya, 20 mL / kg Ringer lactated solusi).
o The need for a chest tube in an asymptomatic patient is unclear, but if the patient has any respiratory distress, direct the large-bore chest tube toward the costophrenic angle as the chest radiograph indicates. Kebutuhan tabung di dada pasien yang asimtomatik tidak jelas, tetapi jika pasien mempunyai gangguan pernapasan, langsung besar-dada menanggung tabung menuju sudut costophrenic sebagai sinar rentgen menunjukkan dada.
o Inovasi terbaru perawatan intrapleural fibrinolytic traumatis bergumpal hemothorax. Either 250,000 units of streptokinase or 100,000 units of urokinase was instilled daily into intrapleural space on 2-15 occasions. Entah streptokinase 250.000 unit atau 100.000 unit urokinase itu ditanamkan intrapleural harian ke ruang pada 2-15 kali. The overall success rate was 92%. 25 Tingkat keberhasilan secara keseluruhan adalah 92%.
o Akhirnya, jika fibrothorax berkembang meskipun terapi modalitas yang telah disebutkan sebelumnya, suatu prosedur decortication mungkin diperlukan untuk memungkinkan ekspansi paru dan mengurangi risiko empiema.

G. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Umur : Sering terjadi usia 18 – 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
2.7.2 pemeriksaan fisik
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas , Nyeri , batuk-batuk , Terdapat retraksi , klavikula / dada . Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor / hipersonor / timpani , hematotraks ( redup ) Pada asukultasi suara nafas , menurun , bising napas yang berkurang / menghilang . Pekak dengan batas seperti , garis miring / tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia , lemah , Pucat , Hb turun / normal .Hipotensi
3. Sistem Muskuloskeletal – Integumen.
Kemampuan sendi terbatas . Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
4.. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
5. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa Co2 kadang – kadang menurun. Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
2.7.3 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
2.7.4 Intevensi Keperawatan :
1. Ketidak efektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :
A .Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebaik mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpensi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
B. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
C. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
D. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
E. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
F. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
` 3) Observasi gelembung udara botol penampung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
G . Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
 Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.Pemberian antibiotika.Pemberian analgetika.Fisioterapi dada.Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan secret, pernapasanKlien nyaman.
Intervensi :
a) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d) Lakukan pernapasan diafragma
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e) Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
 Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
1. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
 Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

H. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada.Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
a) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
b) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
3. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
5. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.





Evaluasi
1. Napas kembali normal
2. Nyeri tidak terjadi lagi
3. Resiko terjadinya infeksi tidak terjadi lagi
4. Kulit kembali elastis










BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang relatif umum , paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada . hematothorax tidak berhubungan dengan trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab . Identifikasi dan pengobatan traumatik gematothorax adalah bagian penting dari perawatan pasien yang terluka . Dalam kasus hematothorax tidak berhubungan dengan trauma , penyelidikan yang hati – hati untuk sumber yang mendasari harus dilakukan ketika perawatan terjadi .
Hematothorax mengacu pada koleksi darah dalam rongga pleura . Walaupun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah efusi pleura ) . Sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi secara spontan .


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
dokter-medis.blogspot.com
Pusponegoro , A . D (1995) . ilmu bedah . FK UI.Jakarta
http//:www.wikipedia.com

Apendiksitis

BAB I
PENDAHULUAN

I.I. LATAR BELAKANG
Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat. Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat polahidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.
Manusia mempunyai sifat yang selalu ingin melakukan aktivitasnya secepat mungkin. Pola hidup yang seperti ini sangat mempengaruhi kesehatan masing-masing individu terutama dalam hal makanan. Kebanyakan orang mengkonsumsi makanan cepat saji karena berbagai macam kesibukan dan mencari keperaktisan dalam mengkonsumsi makanan. Mereka selalu mencari waktu makan dan penyiapannya yang secepat mungkin, makanan cepat saji adalah pilihan mereka. Selain itu ada yang mengkonsumsi makanan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti jambu biji, jengkol, dan cabai. Mereka tidak peduli dengan dampak yang dihasilkan karena sudah menjadi makanan favorit bagi mereka, ada pula yang mengkonsumsi secara berlebihan karena tidak mengerti dampak negatifnya.
Pola hidup seperti yang telah diuraikan diatas tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Insiden apendisitis saat ini cukup tinggi di Indonesia, Jumlah pasien rawat inap kareana penyakit ini sekarang tercatat 28.949 pasien, pada rawat jalan mencapai 34.386 pasien rawat jalan. Melihat keadaan ini penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini menjadi judul karya tulis dalam makalah ini. Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan

1.2. TUJUAN
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis mengharapkan adanya manfaat yang sifatnya membangun yang meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
• Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa memahami dan mengerti tentang apendisitis.
• Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang :
1. Definisi apendisitis
2. Anatomi apendisitis
3. Etiologi
4. Tanda dan gejala
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan fisik pada apendisitis
7. Penanggulangan apendisitis secara askep
8. Askep apendisitis

1.3. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode narasi yang dilakukan dengan cara : Study kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber catatan kuliah dan makalah yang berhubungan dengan judul makalah ilmiah yang dibahas.

1.4. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membatasi topic pada materi apendisitis, pembahasan mengenai :
1. Definisi apendisitis
2. Anatomi apendisitis
3. Etiologi
4. Tanda dan gejala
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan fisik pada apendisitis
7. Penanggulangan apendisitis secara askep
8. Askep apendisitis

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan karya tulis ini terdiri dari tiga bab dan tiap-tiap bab ini diuaraikan lagi menjadi sub-sub bab beserta pokok bahasannya.
Bab satu yang merupakan pendahuluan ini meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan
Bab dua merupakan pembahasan yang meliputi pengertian apendisitis, manifestasi klinik apendisitis, tanda-tanda fisik penderita apendisitis, patofisiologi, pemeriksaan fisik dimulai dari status kesehatan umum sampai pemeriksaan diagnostic, cara mencegah penyakit apendisitis secara askep, asuhan keperawatan apendisitis.
Bab tiga merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis.














BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan abdomen akut yang paling sering, apendiks sering di sebut umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering digunakan masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntuh merupakan sekum dari kolon(Brunner & Suddart, 1997). Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa kegunaan apendiks pada manusia, namun organ ini sering menimbulkan masalah kesehatan bagi orang-orang tertentu.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits.
Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
Di bawah ini adalah gambar usus manusia dapat dilihat letak dan gambar apendik dengan jelas.

Gambar : 1

Sumber http//:www.mediakeperawatan.com

2.2 Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
- bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
- bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
- serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
- Kardia.
- Fundus.
- Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
* Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
* Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
F. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
* Kolon asendens (kanan)
* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
G. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
i. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
j. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
* Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
* Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
l. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
• Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
• Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol

2.3. ETIOLOGI
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi oleh bakteri, berbagi hal berperan sebagai factor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi (fekalit) , hyperplasia jaringan limfoid, tumor, striktur, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi.
Penelitian epidemiologi menunjukan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menimbulkan konstipasi, kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa, semua itu kan memudahkan timbulnya apendisitis.


2.4. GEJALA APENDISITIS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala kelasik apendisitis adalah nyeri samar di daerah epigastrium atau priumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ketitik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Namun kadang tidak dirasakan adanya nyeri pada daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
• Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
• Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
















2.5. PATOFISIOLOGIS APENDISITIS







Keterangan :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.
Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
2.6. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
• Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
• Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
• Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
2. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
• Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
2.7. PENANGGULANGAN SECARA ASKEP
1. Pengkajian
- Biodata
Nama,umur,sex,alamat,suku,bangsa,pendidikan dan pekerjaan
- Riwayat penyakit sekarang
- Keluhan utama :
Biasanya penderita mengeluh akibat nyeri di bagian perut bagian kuadran kanan bawah.
- Riwayat penyakit dahulu :
1. pasien pernah menderita penyakit maag
2. pernah menderita sakit di bagian usus
- Riwayat keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
- Riwayat Spikososial
1. Intra personal : perasaan yang dirasakan klien
2. Inter personal : hubungan dengan orang lain
- Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat untuk menghindari lemahnya daya tahan tubuh terhadap inveksi.
2. Pola nutrisi dan metabolisme biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
3. Pola istirahat dan tidur selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
4. Pola persepsi dan konsep diri klien sering pilek terus menerus dan berbau dan menyebabkan konsep diri menurun.
- Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum(keadaan umum,tanda vital dan kesadaran).
2. Pemerikasaan fisik data fokus pada bagian perut bagian kuadran kanan bawah pasien.
2. Diagnosa keperawatan
- Nyeri : perut bagian kuadran kanan bawah di sekitar umbilicus
- Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (apendisitis akut)
- Perasaan nyeri yang takterhingga
- Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri di bagian umbilicus
- Gangguan pemenuhan nutrisi kurang kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan yang menurun karena muntah-muntah
3. Perencanaan
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks
Tujuan : nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria : klien tidak merasakan kesakitan
- Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit prosedur tidakan medis
Tujuan : cemas klien berkurang atau hilang
Kriteria : klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya
- Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungn dengn nafsu makan menurun sekunder dari peradangan apendiks.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria : klien menghabiskan porsi makannya dan barat badan tetap.
- Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri pada umbilicus.
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria : klien tidur 6-8 jam sehari.
4. Tindakan keperawatan
- Kaji nyeri klien meliputi : sifat, lokasi, Intesitas dan durasi.
Fungsi : mengetahui nyeri klien meliputi sifat, lokasi, intesitas dan durasi sehingga memudahkan intervensi.
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Fungsi : untuk mengurangi nyeri klien.
- Berikan posisi nyaman
Fungsi : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi nyeri klien.
- Kolaborasi untuk pemberian obat analgesic
Fungsi : analgesik dapat mengurangi radang pada apendiks yang merupakan penyebab nyeri pada klien.
- Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
Fungsi : antibiotik dapat mengurangi radang pada apendiks yang merupakan penyebab nyeri pada klien.
5. Evaluasi
Adapun evaluasi yang diharapkan pada klien apendisitis adalah :
- Gejala-gejala nyeri pada bagian umbilikus
- Pasien dapat mencegah serangan lebih lanjut dengan melakukan hal-hal berikut ini :
1. Menghindari makanan yang keras
2. Menghindari minuman dan makanan asam atau bersoda
3. Istirahat yang cukup
4. Makan dengan diet seimbang
- Pasien dapat menyatakan bagaimana menggunakan obat yang diberikan dan pengobatabn berlebihan apa yang harus dihindari
- Pasien menyatakan rencana untuk melakukan tindak lanjut keperawatan.

2.8. ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS
Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
Diagnosa Keperawatan Apendisitis
a. Pre operasi
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
b. Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi apendektomi.
2. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan dengan anorexia, mual.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan tentang
perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

Perencanaan
1. Persiapan umum operasi
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
b. Mengukur tanda-tanda vital.
c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.
d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).
e. Wawancara.

2. Persiapan klien malam sebelum operasi
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.
b. Persiapan saluran cerna
persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
3. Mencegah infeksi faeses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
2. Pemberian enema jika perlu.
3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 - 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.
d. Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.

3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan pre operasi :
1. Mencatat tanda-tanda vital
2. Cek gelang identitas klien
3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
6. Anjurkan klien untuk buang air kecil
7. Perawatan mulut jika perlu
8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.

4. Interpesi pre operasi
1. Obsevasi tanda-tanda vital.
2. Kaji intake dan output cairan
3. Auskultasi bising usus
4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
5. Ajarkan tehnik relaksasi
6. Beri cairan intervena
7. kaji tingkat ansietas
8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

5. Intervensi post operasi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
3. Kaji keadaan luka
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
5. Kaji status nutrisi
6. Auskultasi bising usus
7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

6. Evaluasi
a. Gangguan rasa nyaman teratasi
b. Tidak terjadi infeksi
c. Gangguan nutrisi teratasi
d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
e. Tidak terjadi penurunan berat badan
f. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Jadi apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan abdomen akut yang paling sering, apendiks sering di sebut umbai cacing. Istilah usus buntu yang sering digunakan masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntuh merupakan sekum dari kolon.
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi oleh bakteri, berbagi hal berperan sebagai factor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi (fekalit) , hyperplasia jaringan limfoid, tumor, striktur, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi.
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala kelasik apendisitis adalah nyeri samar di daerah epigastrium atau priumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah.
Salah satu alternative terakhir dari apendiks adalah dengan operasi sebelum apendiks itu perforasi dan terjadi rupture, karena kalau sampai terjadi rupture maka daerah infeksi akan semakin meluas dan akan terjadi peritonitis dan penyakit lainnya.



3.2. KRITIK DAN SARAN
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan evaluasi untuk lebih baik dipembuatan makalah berikutnya.




















DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.
Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., “Acute Appendicitis in Children”, JAMA, http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482.
Simpson, J., Humes, D. J., “Acute Appendicitis”, BMJ, http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333: 530
Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007, hlm.106-107.
http //: www.ilmukeperawatan.com